Padang Edelweiss, Lembah Surya Kencana

padang edelweiss, lembah surya kencana

Izinkan aku bercerita. Tentang sebuah lembah di atas sana. Tentang perjuangan melangkahkan jejak. Tentang sebuah keabadian yang terperangkap dalam makhluk kecil berjuluk bunga. Edelweiss. Surya Kencana.

Ah, aku tahu tak akan ada yang abadi di dunia. Pun kamu. Juga sang edelweiss. Aku hanya berharap. Kita kan abadi di surga-Nya. Kelak bersama bunga-bunga cantik ini. Sahabat.

Mungkin sudah jadi salah satu kebutuhan manusia untuk rindu. Pada lembutnya hembusan angin di padang edelweiss. Atau celoteh anak-anak di jalanan pasar sore itu. Atau pada kekasih yang mungkin belum bertemu. Ya, terkadang kita rindu untuk merindu.

Tiap kita punya waktu untuk sendiri. Entah di siang panas yang terik atau di malam syahdu yang sunyi. Terkadang sendiri muncul walaupun di tengah keramaian. Meski lebih tentu, ia kerap hadir saat aku dan kamu tak bertemu. Senyapilah kesendirian itu, dan rasakan, ternyata tak pernah benar-benar ada yang kita sebut sendiri.

Putih Pekat

putih pekat

putih

Sebetulnya sedang ingin kembali menjadi putih. Saat semuanya berawal. Saat warna-warni itu belum hinggap. Saat kita sama-sama tak menyangka akan pernah diketemukan. Saat coret-coret hitam itu belum menghiasi hari-hari kita. Putih. Saat aku dan kamu tak pernah punya cita, asa, ataupun sekedar angan. Begitupun harap.

Mustahil, tentu. Karena semua telah digariskan.

Daripada lelah mencari cara untuk kembali menjadi putih, jauh lebih bijak menutupinya dengan warna yang kamu mau. Apapun. Yang penting kamu suka. Begitupun aku. Maka kita sama-sama mensyukurinya. Saat langit memerah sendu di senja nanti.

Hey! ayo jadikan putih ini..

pekat.

—————-

ngomong-ngomong, izinkan blog ini kembali putih, ya? -senyum-